Ambillah anakmu, . . . dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.
Kejadian 22:2
Karakter menentukan bagaimana seseorang menafsirkan kehendak Allah. Ketika Abraham menerima perintah untuk mempersembahkan anak-Nya, Ishak, sebagai korban bakaran, ia menafsirkannya sebagai kenyataan bahwa Allah ingin agar Ishak dibunuh. Ia yakin akan hal itu. Namun, ketika Allah mengutus seorang malaikat untuk menahan tangannya, Abraham taat. Ini adalah aspek yang penting dari iman Abraham: ia siap untuk melakukan apa pun bagi Allah, sekalipun itu melawan kepercayaan pribadinya. Seandainya Abraham menempatkan kepercayaannya melebihi pengabdiannya kepada Allah, ia akan menyembelih Ishak, lalu mengklaim bahwa suara malaikat yang datang untuk menghentikannya adalah suara Iblis (Kejadian 22:11). Itulah penalaran dari seorang yang fanatik.
Butuh upaya yang melelahkan untuk meluruskan pemikiran Abraham. Allah tidak dapat memurnikan imannya dengan cara lain. Jika kita menaati apa yang dikatakan Allah menurut kepercayaan kita, Allah akan memisahkan kita dari kepercayaan yang salah memahami-Nya. Ada banyak kepercayaan tradisional yang salah mewakili Allah—misalnya, kepercayaan bahwa Allah mengizinkan kematian seorang anak karena ibunya terlalu mengasihi anak tersebut. Ini dusta dari Iblis dan olok-olok bagi watak Allah yang sejati.
Jika kita tetap setia kepada Allah, Ia akan menuntun kita melalui setiap hambatan ke dalam bilik rahasia pengenalan akan diri-Nya. Iblis akan selalu berusaha menahan kita. Akan selalu ada titik di mana kita harus menanggalkan kepercayaan dan tradisi-tradisi lama kita. Jangan meminta Allah untuk menguji Anda. Jangan mengumumkan bahwa Anda tidak akan pernah mengecewakannya. Abraham tidak membuat pengumuman demikian. Ia sekadar berlaku setia kepada Allah, dan Allah memurnikan imannya.
Daftar untuk menerima renungan terbaik dari saya setiap hari. Email-email ini dapat berisi cerita, sumber-sumber, berita, dan kesempatan untuk menolong Anda bertumbuh lebih dekat dengan Tuhan setiap hari!
Lebih dari seabad yang lalu, Oswald Chambers menangkap hati Tuhan dalam ajaran-ajarannya, dan kebijaksanaannya yang lugas namun mendalam terus menantang dan mendorong pikiran hingga saat ini.