Dilema Ketaatan

Ketika Allah berbicara, Dia tidak pernah melakukannya secara dramatis, dan jarang secara terang-terangan. Dia mendatangi kita dalam situasi-situasi hidup yang kita alami, bergerak dengan sangat halus dan misterius melalui hidup kita, bahkan membuat kita bertanya-tanya, “Benarkah itu suara Allah”? Yesaya berkata bahwa Allah berbicara kepada-Nya dengan “tangan-Nya” yang penuh kuasa—tangan yang memegang dan menuntunnya dalam segala keadaan (Yesaya 8:11). Tidak ada situasi hidup yang tidak dipakai-Nya untuk berbicara kepada kita.
Apa yang kita lihat dalam situasi-situasi kita? Tangan Allah, atau sekadar kebetulan? Ketika kita mulai mengerti bahwa tidak ada kebetulan di dalam hidup kita, dan bahwa segalanya berasal dari Allah, hidup kita mulai berubah. Kita mulai berkata, “Berbicaralah, Tuhan,” dan lalu mendengarkan-Nya. Kita mulai menyadari bahwa kesulitan hidup tidak hanya mendisiplinkan kita, tetapi juga membawa kita ke tempat kita dapat berkata, “Berbicaralah, Tuhan,” dengan penuh perhatian dan kerinduan. Marilah kita membiasakan diri untuk berkata, “Berbicaralah, Tuhan,” maka hidup kita akan menjadi sebuah kisah cinta.
Mungkin kita sudah mendengar panggilan itu, tetapi takut menanggapinya. Kita takut apabila tanggapan kita akan melukai orang yang kita kasihi. Allah memanggil Samuel, tetapi Samuel ragu-ragu, karena ia ingin melindungi Eli. Namun, Eli tahu bahwa Samuel harus taat. Jika tidak taat, ia akan menjadikan dirinya seorang pemimpin amatiran. Meski terdengar kejam, janganlah kita menghindar dari tindakan “mencungkil mata” dan “memenggal tangan” orang lain (Matius 5:29-30). Keberadaan kita juga menjadi situasi yang dipakai Allah untuk berbicara kepada orang lain.
Setiap kali situasi hidup menekan Anda, katakanlah, “Berbicaralah, Tuhan,” lalu sediakanlah waktu untuk mendengarkan-Nya. Semakin Anda mendengarkan, telinga Anda akan semakin peka, sampai Anda menjadi serupa Yesus, yang mendengarkan Allah sepanjang waktu.